NKRI NEWS - Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. MUI b...
NKRI NEWS - Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. MUI berdiri setelah 30 tahun Indonesia merdeka artinya selama 30 tahun Indonesia berdiri tanpa ada MUI, toh Indonesia tidak bubar apalagi hancur. Pada hal pada waktu itu Indonesia sedang berada di masa transisi.
Meskipun MUI tempat berkumpulnya sebuah kelas sosial dalam Islam yang menyebut sebagai ulama, namun sesungguhnya MUI juga lembaga yang sarat kompromi politik era Orde Baru di bawah Soeharto untuk membungkam kelompok Muslim. MUI dibentuk oleh dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam di tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh atau cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Setelah lahirnya Piagam pendirian MUI, Buya Hamka adalah tokoh pertama yang menjadi ketua umum MUI. Pada zaman itu Buya Hamka bersedia jadi ketua MUI asal tidak menerima upah atau gaji dari pemerintah. Sepeninggal Buya Hamka, ketua MUI dijabat oleh KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie, KH. M. Sahal Maffudh. Kini KH Ma'ruf Amin.
Pergeseran idealisme MUI setelah Buya Hamka tidak lagi menjabat adalah MUI menjadi lebih kalem karena dibawah rezim otoriter Soeharto, Islam digolongkan sebagai ekstrim kanan sedang orang pendukung sosialis dikelompokkan sebagai ekstrim kiri.
Maka manusia-manusia yang dianggap ekstrim oleh Soeharto, yang memiliki senyum khas namun mematikan, akan diamankan atau dikarungi sehingga ulama-ulama Islam seperti para habib tidak berani muncul dan ormas-ormas Islam tidak berani bertindak aneh-aneh.
Pada era demokrasi saat ini tentu orang bebas berekspresi termasuk orang-orang yang anti demokrasi. Ormas ormas Islam seperti MUI, Front Pembela Islam (FPI), Front Umat Islam (FUI) adalah kelompok-kelompok yang justru paling kencang memanfaatkan prosedur demokrasi untuk berteriak-teriak menolak demokrasi. Pada era demokrasi ini pula, MUI terseret pada arus menolak demokrasi tapi paling menikmati kebebasan berekspresi. MUI sudah menerima APBN yang dibiayai rakyat, tapi suka bikin geger rakyat. MUI mengelola dana besar sertifikasi halal tapi enggan diaudit oleh lembaga auditor publik.
Atas nama demokrasi, saya menolak keberadaan MUI. Dan saya berani memberi garansi Indonesia tidak akan hancur apalagi bubar jika MUI dibubarkan. Sebab MUI yang butuh negara, MUI yang butuh subsidi negara lewat APBN ataupun mengutip sertifikasi halal yang selama ini jumlah uang yang masuk kantong MUI bisa mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
Penulis adalah Ketua Devisi Riset dan Substansi Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) dan alumni Magister CRCS UGM. ((Netralitas.com))
BACA JUGA : KH SAID AQIL SIROJ : SAYA HERAN BAJU PUTIH, SORBAN PUTIH KOK GARANG !