Kediaman Ahmad Sukri di Desa Sirnagalih.Polisi telah berhasil menidentifikasi dua pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur....
Kediaman Ahmad Sukri di Desa Sirnagalih.Polisi telah berhasil menidentifikasi dua pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Dua orang pria yang kemudian tewas saat kejadian itu merupakan warga Jawa Barat. Keduanya yakni Ahmad Sukri (AS) dan Ichwan Nurul Salam.
Salah satu pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Ahmad Sukri merupakan warga Desa Sirnagalih, Bandung Barat. Namun warga setempat menolak jika Ahmad Sukri dimakamkan di Desa Sirnagalih.
Kasus penolakan warga terhadap jenazah, bukanlah yang pertama. Sebelumnya, jenazah terpidana mati kasus narkoba asal Sumatera Selatan, Zainal Abidin, akhirnya dimakamkan di Cilacap pada April 2015, setelah ditolak warga kampung halamannya.
Jenazah salah satu penganut Ahmadiyah pada konflik di Cikeusik 2011 lalu, juga sempat ditolak warga. Hal serupa pun pernah terjadi pada jasad korban kasus pembunuhan 1965. Tetapi kasus-kasus ini bukan pula kasus teroris seperti AS.
Ahmad Sukri pria kelahiran 1985, dan bekerja sebagai penjahit pakaian. Sukri diketahui juga sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Menurut pengakuan ibu pelaku sudah selama tiga bulan terakhir tinggal di rumah kontrakan di wilayah Garut bersama istri dan anaknya.
Warga yang diwakili oleh Kepala Desa Sirnagalih, Andi Hermawan menyatakan penolakan untuk jenazah AS dikuburkan di desanya. Keluarga sudah menyadari tidak apa-apa, surat pernyataannya dari pihak keluarga dan penolakan dari warga sudah ada dan dibawa ke Kapolsek setempat. Jadi jenazah teroris ini akan dimakamkan di Jakarta di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Keluarga sudah sadar dan sebenarnya malu akan perbuatan dari AS ini, bagaimana tidak kalau sampai jenazah seseorang bisa ditolak di kampungnya sendiri, ini membuktikan bahwa masyarakat memang sudah tidak setuju dengan aksi-aksi teroris ini. Apalagi menurut masyarakat teroris ini sungguh sangat bertentangan dengan hukum negara dan agama, jadi mereka menolak untuk bisa disebut sebagai kampung teroris juga.
Sebagai orang beragama juga sebenarnya untuk memakamkan saudara kita yang seagama adalah kewajiban memang, tetapi kalau dari segi psikologis warga yang tidak mau dicap sebagai penduduk “kampung asal teroris” ini juga bisa diartikan seperti itu. Dan wajar masyarakat bersikap seperti itu karena masyarakat sudah memiliki pikiran terbuka bahwasannya terorisme dan apapun bentuknya tidak berhak ada di Indonesia.
Bukan kali ini saja penolakan jenazah teroris oleh warga kampung dimana teroris itu tinggal, sebut saja bom Thamrin, bahkan teroris Tuban yang juga tewas tahun ini jenazahnya juga ditolak oleh warga kampungnya.
Sekali lagi memang teroris dan bahaya yang dibawanya sudah mulai bisa membawa warga kepada kewarasan, karena penolakan jenazah ini seperti shock therapy seharusnya bagi teroris. Tetapi ada satu kelemahannya disini, siapapun yang sudah menjadi teroris akan meninggalkan seluruh kehidupan duniawinya, ini yang menjadi salah satu masalah bahwa teroris sedikit susah untuk diberangus karena hal ini.
Pelaku teroris tentu tidak pernah menyadari bahwa dengan kematiannya meninggalkan segala macam masalah duniawi yang belum dia selesaikan.Karena biasanya si pelaku teroris ini sudah terbuai dengan janji manis para teroris pencuci otak yang menjanjikan surga dan kehidupan yang lebih baik disana, tetapi jaman sudah berkembang, kita tidak lagi dalam jaman peperangan melawan kaum quraish yang menindas agama Islam.
Tetapi apa lacur, nasi sudah menjadi bubur, pemahaman jihad yang dimakan mentah-mentah ini menjadikan mereka seakan menutup mata dan hati untuk urusan duniawi lagi, coba dibayangkan, AS yang jadi pelaku bom Kampung Melayu meninggalkan seorang istri dan 2 orang anak yang masih butuh kasih sayang seorang ayah. Tetapi kalau keluarganya sudah terdoktrin juga dengan pemahaman AS ini, penulis sudah angkat tangan, menyerah dengan keadaan yang ada.
Juga kita tidak bisa serta merta menjustifikasi keluarga teroris akan turut dalam pemahaman mereka, mungkin saja mereka juga tidak mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh suami-suami atau anak-anaknya ini, jadi penyelamatan mereka dari paham-paham seperti ini sudah seharusnya dilakukan dengan sinergi pemerintah dan masyarakat.
Terorisme dan radikalisme adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, dua hal ini juga mencoreng nama agama Islam di Indonesia, maka dari itu kita semua wajib mendukung pemerintah untuk disegerakan rancanagan UU terorisme yang sedang mereka bahas. Dan seyogyanya bisa menjerat mereka-mereka yang ikut dalam kegiatan terorisme dan radikalisme di Indonesia.
Ya seperti itulah … penolakan jenazahnya.(Seword)