NKRI NEWS - Cak Nun lalu mempertanyakan bagaimana mungkin ada Muslim tapi disebut dzalim. Baginya, jika dikaji makna substantifnya, ka...
NKRI NEWS - Cak Nun lalu mempertanyakan bagaimana mungkin ada Muslim tapi disebut dzalim.
Baginya, jika dikaji makna substantifnya, kalau dzalim pasti bukan Muslim. “Gula ko pahit?,” katanya memberikan analogi.
Kalau Ada Pemimpin Adil, Ya Tidak Bisa Disebut Kafir Dong" ujar cak nun
Tidak berbeda dengan pernyataan tentang kafir itu adil. Kekufuran itu, kata Cak Nun, bahkan merupakan puncak ketidakadilan.
Kepada Tuhan saja ia tidak bersikap adil, bagaimana ia bisa disebut adil secara horizontal.
Karena itu, dikotomi kesalehan individual dan kesalehan sosial juga terlalu dangkal.
Bagi Cak Nun, jika perilakunya merusak di ranah sosial, sejatinya tidak layak disebut saleh meski secara lahir terlihat saleh. Karena orang saleh (secara individu) akan saleh secara sosial.
Penjelasan ini sejatinya mencerminkan hubungan identik antara keimanan dan empati sosial.
Misalnya, dalam sebuah hadist, Nabi Saw bersabda: “Tak beriman seseorang dari kalian hingga dia menginginkan kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia menginginkan kebaikan bagi dirinya sendiri.”
Selanjutnya, kata Cak Nun, “Yang bilang gubernur itu pemimpin itu siapa?” Gubernur, bagi pria asal Jombang ini, bukanlah pemimpin tapi petugas.
Gubernur sebagaimana pejabat lainnya ialah orang yang dibayar oleh rakyat untuk bekerja mengurus transportasi publik, kemacetan, banjir dan hal-hal semacamnya.
“Itu pembantu rumah tangga dalam skala provinsi. Ko’ disebut pemimpin,” katanya mengajak kembali menggali konsep hakiki ‘pemimpin’ dalam Islam.
sumber: islamiindonesia.id
BACA JUGA : 500 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Dunia Dirilis, Jokowi Berada Diurutan ke 13