NKRI NEWS - Pengembangan Bandara Domine Eduard Osok Sorong, Papua Barat kini telah selesai. Bukan hanya tampilannya yang dipoles, ...
Bandara Domine Eduard Osok Bernilai Rp 236 Miliyar Megah dan Mewah
Pada bagian eksterior terminal penumpang, terlihat bentuk ornamen unik menyerupai buah pinang. Desain arsitektur Bandara Domine Eduard Osok (DEO) memang dirancang agar mencerminkan budaya daerah setempat. Selain itu, bagian interiornya juga telah dipercantik dan dilengkapi fasilitasnya sehingga menambah kenyamanan penumpang. Dengan gedung terminal penumpang yang diperluas hingga 13.700 m2, Bandara DEO dapat menampung 782 penumpang.
Sesuai fokus kerja Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana transportasi serta pelayanan transportasi, Bandara Kelas I Domine Eduard Osok (DEO) Sorong terus dikembangkan. Pengembangan Bandara DEO dimulai pada tahun 2011 hingga tahun 2015 yang meliputi pembangunan gedung terminal penumpang menjadi 2 lantai, pemasangan garbarata dan fixed bridge, baggage handling system, lift terminal, x-ray bagasi dan kabin multi view, walkthrough metal detector, dan penambahan fasilitas lainnya seperti: area konsesi, area kerbside dan pembaruan desain interior terminal.
Dalam waktu lima tahun pembangunan (tahun 2011 sampai dengan 2015), total anggaran APBN yang digunakan yaitu sekitar 236 miliar rupiah.
Sebagai bandara pengumpan, Bandara DEO Sorong melayani penerbangan berjadwal domestik yang dioperasikan oleh beberapa maskapai di antaranya Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Ekspress. Selain itu, Bandara DEO juga melayani penerbangan perintis yang dioperasikan maskapai Susi Air ke beberapa wilayah sekitar seperti Ayawasi, Inawatan, Teminabuan, dan Waisai. Dengan panjang 2.060 meter dan lebar 45 meter, runway bandara ini dapat didarati pesawat sejenis Boeing seri 737.
Pergerakan pesawat di salah satu bandara tersibuk dan terbesar di semenanjung kepala burung Papua ini mengalami rata-rata pertumbuhan 3,3% tiap tahunnya. Tercatat, ada 9.000 lebih pergerakan pesawat per tahunnya. Dari sisi penumpang, rata-rata pertumbuhan penumpang per tahunnya mencapai 13,2% di mana pada tahun 2014 ada sekitar 500.000 lebih penumpang. Untuk kargo, rata-rata pertumbuhan kargo per tahunnya cukup pesat sekitar 17,2% (tahun 2014 mencapai 3,06 juta barang per kg).
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengharapkan dengan adanya pengembangan Bandara DEO, pelayanan jasa transportasi udara di kota Sorong dan sekitarnya semakin meningkat sehingga Kawasan Timur Indonesia dapat terus berkembang maju.
Hal ini sesuai dengan program Nawa Cita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; dan meningkatkan kualitas hidup manusia, serta meningkatkan produktivitas rakyat. (detikcom)
Hambalang Bernilai Rp 2,5 Triliun Seperti Sarang Hantu
Masih ingat dengan mega proyek Hambalang? Ya proyek kompleks olahraga yang bernilai Rp 2,5 triliun yang sudah bertahun-tahun mangkrak.
Pembangunan proyek Hambalang dihentikan sejak tahun 2011, ketika KPK mulai membongkar praktik korupsi dalam proses pembangunannya. Lalu, bagaimana keadaannya kini?
Saat masuk ke kompleks proyek yang bahkan belum sampai setengah jadi itu, rumput-rumput liar langsung menyambut. Tanaman-tanaman liar juga tersebar di setiap sudut. Hanya terlihat sebuah masjid yang berdiri di antara tengah-tengah bangunan-bangunan kosong yang tampak 'hidup' di tanah seluas 32 hektar tersebut.
Bangunan-bangunan yang belum jadi nampak lusuh. Tembok-tembok yang masih menampakkan batu bata 'telanjang' menjadi pemandangan di beberapa bagian bangunan. Wajar saja karena sudah lebih dari 4 tahun didiamkan.
Saat memasuki salah satu bangunan, keadaannya lebih memprihatinkan, benar-benar tidak terawat. Instalasi bangunan rusak parah.
Tak ada alat berat yang terlihat di kompleks Hambalang. Kawasan yang direncanakan dipenuhi berbagai sarana dan prasarana olahraga itu dibiarkan terbengkalai begitu saja.
Beberapa bangunan terlihat sudah lebih dari 40 persen jadi dan megah berdiri. Namun, di bagian lain masih membutuhkan proses panjang untuk bisa berdiri kokoh.
Beberapa tahun yang lalu, tanah di kompleks olahraga Hambalang sempat longsor. Bangunan yang belum jadi pun sebagian rusak karena longsor itu.
Pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dimulai pada tahun 2010. Saat itu, PT Adhi Karya menjadi salah satu perusahaan pemenang tender. Namun, belum sampai setahun pembangunan berjalan, KPK mencium ada yang tidak beres dalam proses pembangunan proyek senilai Rp 2,5 triliun itu.
Masih ingat dengan mega proyek Hambalang? Ya proyek kompleks olahraga yang bernilai Rp 2,5 triliun yang sudah bertahun-tahun mangkrak.
Pembangunan proyek Hambalang dihentikan sejak tahun 2011, ketika KPK mulai membongkar praktik korupsi dalam proses pembangunannya. Lalu, bagaimana keadaannya kini?
Saat masuk ke kompleks proyek yang bahkan belum sampai setengah jadi itu, rumput-rumput liar langsung menyambut. Tanaman-tanaman liar juga tersebar di setiap sudut. Hanya terlihat sebuah masjid yang berdiri di antara tengah-tengah bangunan-bangunan kosong yang tampak 'hidup' di tanah seluas 32 hektar tersebut.
Bangunan-bangunan yang belum jadi nampak lusuh. Tembok-tembok yang masih menampakkan batu bata 'telanjang' menjadi pemandangan di beberapa bagian bangunan. Wajar saja karena sudah lebih dari 4 tahun didiamkan.
Saat memasuki salah satu bangunan, keadaannya lebih memprihatinkan, benar-benar tidak terawat. Instalasi bangunan rusak parah.
Tak ada alat berat yang terlihat di kompleks Hambalang. Kawasan yang direncanakan dipenuhi berbagai sarana dan prasarana olahraga itu dibiarkan terbengkalai begitu saja.
Beberapa bangunan terlihat sudah lebih dari 40 persen jadi dan megah berdiri. Namun, di bagian lain masih membutuhkan proses panjang untuk bisa berdiri kokoh.
Beberapa tahun yang lalu, tanah di kompleks olahraga Hambalang sempat longsor. Bangunan yang belum jadi pun sebagian rusak karena longsor itu.
Pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dimulai pada tahun 2010. Saat itu, PT Adhi Karya menjadi salah satu perusahaan pemenang tender. Namun, belum sampai setahun pembangunan berjalan, KPK mencium ada yang tidak beres dalam proses pembangunan proyek senilai Rp 2,5 triliun itu.
Benar saja, ternyata ada kongkalikong sejak perencanaan pembangunan proyek ini. KPK pun menjerat berbagai pihak, termasuk Menpora saat itu, Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum yang pada saat proyek dikerjakan menjabat sebagai Ketua Fraksi Demokrat di DPR.
Sejak praktik korupsi terkuak, pembangunan pun dihentikan. Sehingga, impian untuk memiliki sebuah pusat pelatihan dan pendidikan olahraga dengan fasilitas terlengkap masih jauh panggang dari api.
Hingga saat ini bertebaran meme yang mengejek proyek hambalang adalah rumah hantu terbesar. (PORTAL NEWS)