NKRI NEWS - Ada apa dengan umat Islam ketika mereka hidup di alam demokrasi? Melihat fenomena gerakan anti-antian berbau SARA ...
NKRI NEWS - Ada apa dengan umat Islam ketika mereka hidup di alam demokrasi? Melihat fenomena gerakan anti-antian berbau SARA yang terjadi belakangan maka jangan salahkan jika ada sebagian pihak yang kini sampai pada kesimpulan bahwa umat islam ini maunya hanya menang sendiri.
Ironis, sebagian umat Islam begitu gigih membuat penolakan pada seorang pemimpin karena faktor agama yang dianutnya. Seakan lupa bahwa negara tempat mereka hidup bukan negara Islam, bukan Khilafah, bukan Wilayatul Faqih, tapi adalah negara Pancasila yang mencengkram erat semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang menjamin hak setiap warga negara untuk menjadi pemimpin tanpa membedakan ras dan agama.
Orang-orang itu harus sadar bahwa mereka hidup, cari makan, beranak pinak sampai buang air di sebuah negara yang didirikan atas kontrak sosial yang menjunjung pluralitas yang menghargai semua hak umat beragama untuk berpartisipasi dalam semua urusan bernegara.
Jika ingin fair, saya ingin tahu bagaimana tanggapan orang-orang ini andai umat Kristen London mengadakan aksi deklarasi akbar tolak walikota muslim Sadiq Khan yang baru terpilih secara demokratis kemarin. Bagaimana seandainya tiap Gereja dan jalanan di London dipenuhi spanduk-spanduk menolak Sadiq Khan yang mereka anggap "kafir" hingga muncul cacian bahwa ia adalah muslim, minoritas dan bukan pribumi sehingga tidak layak menjadi pemimpin. Saya bisa jamin golongan ini akan mencak-mencak seraya menyebut umat Kristen London tidak fair dan tidak menghargai demokrasi & konstitusi yang berlaku sambil teriak "Kita harus bela Islam!".
Kalau anda tidak suka itu terjadi di negara lain lalu mengapa anda melakukannya di negara sendiri? Kalau tidak mau digigit, ya jangan menggigit. Kan simple.
Agaknya mulai susah untuk melepaskan paradigma bahwa ketika umat Islam hidup di sebuah negara demokrasi & sekuler yang menjunjung kesetaraan hak WN, maka mereka hanya akan mau menangnya sendiri, disuperioritaskan di atas yang lain. Lalu apakah ini Islam?
Sedikit saja contohlah kelompok muslim Syi'ah di Lebanon dengan kelompok Hizbullahnya yang menghargai konstitusi negara dimana mereka tinggal. Dengan kerendahan hati Sekjen Hizbullah Sayyid Hasan Nasrullah mengumumkan dukungannya pada kandidasi Michael Oun yang beragama Kristen Maronite sebagai Presiden Lebanon, karena konstitusi Lebanon telah menetapkan posisi Presiden harus berasal dari kalangan Kristen Maronite, Jubir Parlemen dari kalangan Syi'ah dan Perdana Menteri dari kalangan Sunni.
Lalu pernahkah kelompok Hizbullah berbuat makar dan main hakim sendiri atas peraturan bersama yang telah disepakati? Pernahkah mereka berniat mengganti konstitusi negara menjadi Wilayatul Faqih misalnya seperti yang dianut Iran. Padahal Hizbullah adalah gerakan muqawwamah Lebanon yang memiliki jutaan simpatisan fanatik yang bukan hanya dari kalangan Syi'ah, tapi juga Sunni dan umat Kristiani, dan mereka juga ditunjang persenjataan mutakhir yang disokong penuh Iran dan Suriah.
Lalu dengan itu semua pernahkah mereka menjadi benalu bagi negaranya? Padahal bisa saja mereka mengambil alih kekuasaan Lebanon dengan tangan besi, sangat mampu! Tapi itu tidak pernah terjadi karena Hizbullah didirikan bukan untuk menjadi gerakan makar, tapi untuk mengkonfrontasi misi Israel Raya memperluas pendudukan ke Lebanon Selatan.
Bahkan calon Walikota London George Galloway pernah berkata Sayyid Hasan Nasrullah seharusnya menjadi Presiden Lebanon karena pengaruhnya, dimana ia menambahkan andai Sayyid Hasan Nasrullah menyerukan Jihad Akbar melawan Israel, maka setengah Lebanon akan hilang pergi meninggalkan negaranya untuk berperang.
Saya rasa inilah sejatinya Islam. Islam yang tidak menjadi benalu bagi negara, dan justru menjadi pelindungnya. Islam yang menghargai konstitusi dan kontrak sosial bernegara karena Islam tidak mengajarkan berbuat fasad selama hukum yang berlaku masih fair memperlakukan muslim & umat agama lain tanpa diskriminasi dengan kesetaraan hak. Bagaimanapun perbedaan adalah keniscayaan sebagaimana piagam Madinah yang disepakati Nabi bersama kaum non-muslim telah menjadi bukti bahwa Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk menang sendiri.
Itu hanyalah sebuah contoh dari islam Rahmatan Lil 'Alamin yang ditunjukkan seorang Sayyid keturunan Rasulullah di Lebanon, yang dianugerahi jutaan pengikut dan persenjataan mutakhir namun mengabdikan dirinya menjadi pelindung negara & penjaga Kebhinekaannya. Bukan Islam ala seorang Sayyid di daerah anu dengan ribuan pengikut bermodal pentung namun menunjukkan Islam yang mau menangnya sendiri.
Sumber : FB : Ahmed Zain Oul Mottaqin