Pagi ini baca berita tentang komentar pengamat yang menyebut Bu Risma bisa kalahkan Ahok jika maju di Pilgub DKI. Alasan utamanya karena ...
Pagi ini baca berita tentang komentar pengamat yang menyebut Bu Risma bisa kalahkan Ahok jika maju di Pilgub DKI. Alasan utamanya karena risma mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak menciptakan keributan baru di kalangan masyarakat.
Untuk poin faktor keunggulan Risma, saya sepakat. Walikota ini mampu teriak lantang, marah dan bersikap keras. Namun di sisi lain juga bisa meredam konflik politik. Kadang begitu menguras emosi, kadang bisa sangat menenangkan. Berbeda dengan Ahok yang terus lantang menantang siapapun.
Tapi, kalau kemudian menyebut Risma bisa kalahkan Ahok, bagi saya ini hampir mustahil. Tak ada peluang yang bisa membuat Risma menang di Pilgub DKI karena beberapa alasan.
Pertama, kalau PDIP mau mengusung Risma, hampir pasti harus berjalan sendiri. Sebab partai teman koalisi seperti Nasdem dan Hanura sudah lebih dulu berkomitmen mendukung Ahok. Sementara Golkar yang masih partai gebetan juga sudah memberikan dukungan resmi.
Pilihan menggandeng PKS, Demokrat atah Gerindra rasanya juga jadi aneh. Sekalipun PDIP terbuka untuk berkoalisi dengan partai apapun di daerah, tapi Jakarta ini beda. Ada manis-manisnya, hehe. Akan sangat lucu jika melihat salah satu partai dari PKS, Demokrat, Gerindra, dan PDIP berkoalisi. Mega, SBY dan Prabowo cukup renggang. Sementara PKS ya begitulah.
Kalaupun semua partai ini kemudian berkoalisi dan sepakat mengusung Risma, pun tidak akan bisa mengalahkan Ahok. Kejadiannya bakal sama seperti 2012, rakyat lebih melihat sosok, bukan koalisi gajahnya. Apalagi kalau PDIP sendirian, jelas ini hil yang mustahal.
Kedua, elektabilitas Risma masih sangat rendah. Tentu saja tidak bisa disamakan dengan nama Jokowi yang dari Solo menuju Jakarta, jauh. Kalaupun 2012 adalah Pilpres, Jokowi tetap akan menang. Elektabilitasnya sudah tingkat nasional.
Ketiga, Ahok sudah melakukan perbaikan. Hanya orang gila yang tidak melihat perkembangan Jakarta selama Jokowi-Ahok memimpin.
Partai bisa membayar lembaga survey, media, sampai turunkan demonstran, silahkan. Tapi pada akhirnya rakyat sudah sangat dewasa dalam menanggapi suatu isu. Cukuplah 2012 lalu menjadi contoh, bahwa opini publik sudah tidak mungkin dibentuk lewat pencitraan angka-angka survey.
Dari tiga alasan ini, hanya ada satu cara untuk mengalahkan Ahok, yakni gagalkan pencalonannya. Tapi jika Ahok tetap bisa maju, bahkan Prabowo-Hatta pun tidak akan mampu mengalahkan Ahok-Heru. Apalagi hanya Yusril yang selama ini selalu gagal Nyapres, atau Sandiaga Uno yang belum paham dunia politik, semua bukan lawan sebanding untuk Ahok.
Tapi begini, bagaimanapun Ahok harus punya lawan tanding. Partai seperti PDIP, Gerindra dan Demokrat pasti berpikir keras untuk bisa mengusung calon. Kalaupun tau akan kalah, minimal tidak kalah telak atau tidak mencalonkan sama sekali. Selain itu Pilkada tidak hanya soal menang kalah, tapi juga menguji dan mengevaluasi mesin partai.
Di benak saya, kalau lawannya Yusril dan Sandiaga, jelas terlalu mudah. Ahok mungkin akan menang di atas 80% dan itu pasti mempermalukan partai lawannya. Memang harus muncul sosok penantang yang tangguh, dan yang paling memugkinkan adalah Ridwan Kamil atau Risma.
Pada awalnya memang saya tidak setuju jika Kamil atau Risma maju. Sebab mereka sebaiknya menjadi gubernur di tempat masing-masing, Risma di Jatim sementara Kamil di Jabar. Tapi setelah dipikir lagi, mungkin sebaiknya lawan Ahok adalah Risma atau Kamil. Dengan begitu mesin partai akan terlihat dan Pilgub jadi meriah. Kalau lawannya Yusril dan Sandiaga, ini akan jadi pertandingan yang sangat membosankan. Ibarat nonton pertandingan Madrid melawan Persepam Madura, pasti menang Madrid. Ndak seru blas. Lawan Madrid ya minimal Arsenal, cukup masuk akal dan kalaupun pasti kalah tapi tidak akan kalah telak.
Masalahnya, relawan Ahok sepertinya lebih suka kalau Yusril dan Sandiaga yang jadi lawannya. Mereka lebih suka memborbardir tanpa ampun dibanding memiliki pertandingan yang seru.
Pada akhirnya, jika lawannya Yusril dan Sandiaga, maka Ahok harus menang. Sayapun pasti ada di barisan pendukung Ahok. Tapi kalau lawannya adalah Risma atau Kamil, mungkin saya akan berada di barisan lawan Ahok agar pertandingan menjadi lebih seru. Kalaupun Ahok kalah, Jokowi pasti memasukkannya di kabinet kerja dan itu juga sama menariknya. Atau lebih baik lagi kalau Ahok jadi Gubernur Madura. Hehehe.
Mungkin inilah alasan kenapa Ahok tidak terlalu ngotot untuk menang di Pilgub. Dia bisa terima di posisi apapun di negeri ini. Tidak perlu khawatir tidak punya pekerjaan, toh memang pengusaha. Jelas berbeda dengan Fahri Hamzah yang kalau lengser dari DPR pasti tidak diterima di posisi apapun.
Padahal kalau mau nyaman, Ahok bisa menunggu atau mendaftar ke PDIP. Tapi nyatanya Ahok iya saja dengan jalur independen yang lebih menantang dan tidak aman. (Seword.com)
Begitulah kura-kura.