NKRI NEWS - Belakangan ini konflik atas nama agama sering kali mencuat. Baik di dunia maupun di Indonesia. Islam menjadi salah satu agam...
NKRI NEWS - Belakangan ini konflik atas nama agama sering kali mencuat. Baik di dunia maupun di Indonesia. Islam menjadi salah satu agama yang paling banyak mendapat sorotan dan pembicaran publik. Baik dari kalangan umat Islam sendiri, maupun umat non muslim.
Islam dinilai sebagai agama radikal yang dianggap sering memicu pertikaian.
Apa yang sebenarnya terjadi? Ada banyak faktor penyebab. Baik dari sisi internal Islam sendiri maupun dari sisi eksternal atau non muslim.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengedepankan persoalan dari faktor internal Islam. Karena sebelum berbicara keluar, adalah lebih baik melakukan koreksi kedalam.
Sebagai umat Islam, jelas kita akan marah jika dituding sebagai ‘biang kerok’ pertikaian. Namun kita tidak bisa sepenuhnya membabi-buta menyalahkan umat lain. Pasti ada alasan yang cukup mendasar bagi ‘mereka’ memandang seperti itu.
Setidaknya, beberapa fakta menyebutkan 10 Jaringan Teroris Paling Berbahaya Di Dunia semuanya bernuansa Islam. Sebut saja seperti; ISIS (Negara Islam di Suriah dan Irak), Al-Qaeda, Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), Taliban, Taliban – Pakistan, Al-Nusra Front, Boko Haram, Jemaah Islamiyah (JI) dan kelompok sempalan, Abu Sayyaf, dan Lashkar-e-Taiba.
Kita bisa saja berkilah bahwa itu bukan umat Islam. Dan beberapa menyebutkan bahwa teroris tersebut adalah bentukan orang-orang kafir non Islam yang ingin merusak nama baik Islam.
Tapi kita juga tidak bisa mengelak, berapa banyak orang-orang Islam yang terlibat ‘jihat’ melalui gerakan teroris tersebut. Termasuk Indonesia. Bahkan, beberapa organisasi masyarakat (Ormas) bernuasana Islam di Indonesia pun secara terang-terangan berpihak kepada salah satu gerakan teroris tersebut.
Oke, kita bisa saja mengatakan itu adalah ulah oknum. Dan tidak semua Islam begitu. Islam adalah agama ‘rahmat bagi semua umat’.
Tapi kenyataannya memang, Islam sering terlibat konflik. Bahkan tidak hanya dengan agama lain, di dalam tubuh Islam sendiri sering terjadi konflik. Seperti konflik berkepanjangan “Sunni vs Syiah” atau tentang wahabi dan lainnya.
Di Indonesia sendiri pun sama. Konflik berbagai perbedaan pendapat pun sering terjadi. Baik konflik karena perbedaan aliran, maupun hal lainnya. Bahkan, tokoh agama satu dengan tokoh agama lain pun, berkonflik.
Jelas dan pasti, setiap kelompok, golongan, aliran, atau pendapat, mengklaim bahwa pihak merekalah yang paling benar. Dan trend meng-kafir-kan pihak yang berseberangan pun telah menjadi kebiasaan dan totonan publik.
Tidak hanya itu. Hal-hal remeh temeh tentang ‘halal’ atau ‘haram’ mengucapkan selamat natal pada kaum Nasrani pun, menjadi konflik yang tidak berkesudahan. Setiap tahun. Setiap kali menjelang Natal Umat Kristen, para tokoh agama berbeda pendapat dan menjadi konflik ditengah umat Islam.
Dan parahnya, konflik ini mengemuka ditengah publik dan menjadi tontonan umat dari agama lain. (Apa tidak malu)
Kita sebagai umat Islam mungkin punya alasan dalam hal ini. Setiap tokoh agama pun punya alasan sendiri untuk tetap bertahan dengan dengan pendapatnya.
Tapi persoalannya, apa yang difikirkan oleh umat non muslim melihat berbagai konflik tersebut?
Sejauh ini, mungkin cukup menjadi alasan bagi pihak luar untuk menuding Islam sebagai sumber konnflik. Apa pun alasannya!!!
Siapa Musuh Umat Islam?
Sudah jelas dan pasti, untuk yang satu ini kita akan kompak menjawab dengan tegas. Yahudi!… Itu musuh Umat Islam. Para kafir, Zionlis, Laknattullah!!! Mereka memang tidak mau melihat Islam berkembang besar. Mereka melakukan berbagai cara dengan kelicikannya agar Islam hancur!!..
Lihatlah, bagaimana mereka membentuk organisasi teroris yang mengatasnamakan Islam. Agar nama Islam hancur dimata dunia.
Itu hanya contoh kecil. Mereka juga menjajah dari berbagai sektor, termasuk ekonomi dan menyusup untuk melakukan adu domba antar sesama umat Islam.
Dan, mereka juga sangat memandang rendah Umat Islam!!! Mereka menjajah negara-neraga Islam yang kaya Sumber Daya Alam.
Untuk itu kita harus bersatupadu bangkit dan melawan. Walau nyawa taruhannya. Kita jihat di jalan Allah.
Begitulah.. ya, begitulah..
Kata-kata itu selalu mencuat ditengah mayoritas umat Islam. Kita selalu gemar menyalahkan.
Saya petik dari salah satu tulisan berjudul; Kemunduran Umat Islam Karena Umatnya Malas Membaca? Sebagai renungan agar kita tidak selalu menyalahkan orang luar termasuk Yahudi.
Moshe Dayan seorang politisi dan pimpinan militer Israel berkata “Ada 3 kelemahan muslim saat ini;
Mereka malas,
Mereka tidak mempelajari sejarahnya sendiri,
Mereka itu kaum yang spontan dan tak terencana.
Di lain waktu, Moshe Dayan berujar, “Apakah kalian pikir orang Arab akan pernah bisa mengalahkan kalian?” Dia menjawab, “Tidak sampai mereka terlebih dulu belajar bagaimana membuat garis lurus ketika naik bus.” (maksudnya berbaris rapi dan naik bus satu per satu, tidak bergerombolan dan berebutan seperti yang umumnya kita lakukan).
Setelah mengungkap rencana Zionis untuk menduduki Palestina dipublikasikan pertamakali lima puluh tahun sebelum Pendudukan mantan Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan, ditanya dalam sebuah wawancara: “Apakah Anda tidak takut orang-orang Arab akan membaca rencana Anda dan mempersiapkan diri mereka?”
Tanggapannya, ”Yakinlah, orang-orang Arab adalah bangsa yang tidak membaca, dan jika mereka membaca mereka tidak mengerti, dan jika mereka memahami mereka tidak bertindak.”
DR Raghib As-Sirjani dalam sebuah buku mengutip kalimat seorang Yahudi, “Kita orang Yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak gemar membaca”.
Melihat dari fakta tersebut diatas, artinya jelas mereka Yahudi sangat memandang rendah umat Islam. Dimata mereka, umat Islam bodoh dan tidak suka belajar (membaca).
Bagaimana? Marahkah dikatakan seperti itu ? Jawabanya, untuk apa? Memang terbukti bahwa muslim tak suka belajar (membaca).
Bagaimana dengan negeri kita Indonesia ? ya, lebih kurang sama. Negeri yang mayoritasnya beragama islam dan jumlahnya terbesar di dunia, dengan kata lain kaum yang tidak gemar membaca sebagian besar ada disini. Bermukim ditengah – tengah kita. Atau mungkin kita salah satunya.
Terbukti, bahwa masyarakat indonesia atau kalau boleh disebut muslim Indonesia adalah kaum mayoritas yang tak suka belajar dan membaca!
Masih Ingin Menyalahkan Yahudi?
Kita bodoh karena kita tak suka membaca, setidaknya itu yang mesti diakui. Tiada guna mengatakan “Yahudi Musuh Islam, mereka jahat, mereka menghancurkan islam!”
Inilah beberapa faktanya.
Pertama, Survei prestasi membaca anak Indonesia dalam Progress of International Reading Literacy Study 2011 menempati peringkat 42 dari 45 negara.
Kedua, beradarkan rilis dari beritamaluku.com
Indeks kegemaran membaca orang pribumi hanya 0.001. Artinya, dari seribu penduduk Indonesia hanya satu orang yang gemar membaca. Bandingkan dengan Singapura, ada 45 orang gemar membaca dari jumlah survei 100 orang.
Waktu membaca per hari di USA dan Jepang, rata – rata jumlahnya 8 jam. Sedangkan Indonesia, hanya 2 jam dalam sehari. Masyarakat kita habis waktunya oleh bergosip, main game bertema kekerasan dan menonton di saluran tak mendidik.
Di Negara maju, siswa sekolah menengah wajib khatam membaca sejumlah buku. terutama karya sastra, sebelum menyelesaikan studinya. Misalnya, Perancis dan Belanda 22-23 buku per tahun, Jepang 15 buku per tahun, Malaysia 6 buku per tahun, Thailand 6 buku per tahun, Hindia Belanda(Indonesia) 25 buku per tahun.
Musuh Islam Adalah Umat Islam Yang Bodoh Dan Egois
Tahukah, bagaimana orang bodoh dan egois ketika bereaksi? Spontanitas, tidak terencana dan cenderung mengandalkan fisik. Memaki dan emosional. Menyerang dengan membabi buta.
Mari kita lihat lagi penomena di sekeliling kita. Begitu banyak umat Islam yang reaktif dan cenderung radikal.
Setiap menghadapi berbagai persoalan, reaksinya adalah; bunuh, bakar, gorok, ganyang, dan berhamburan kata-kata makian.
Apa yang didapat? Jelas kehancuran dipihak sendiri. Di Timur Tengah, umat Islam membuat medan perang di rumahnya sendiri. Perang yang memusnahkan peradaban Islam itu sendiri.
Dan ironisnya, dari hasil perang sesama mereka maka hasilnya pihak luar yang memetik keuntungan.
Bagaimana di Indonesia?! Memang belum parah, tapi berbagai konflik sudah mulai mencuat. Trend mengkafir-kafir-kan sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial. Bunuh, bakar, gorok, ganyang, dan hamburan kata-kata makian, seolah menjadi gaya hidup. Umat Islam begitu mudah di adu domba.
Syekh Umar Tilmisani berkata “Jangan sampai kalian hanya bisa melaknat orang zalim, tetapi pikirkanlah bagaimana menghentikan kezalimannya itu?!”
Tidak lah salah, jika orang Yahudi menganggap orang Islam rendah. Karena begitulah mayoritasnya. Serta bukan perkara susah, jika mereka menghancurkan umat Islam. Sebab mereka dikenal suka belajar membaca buku. Oleh karena itu pula, mereka jadi mengetahui sejarah islam dan peradabannya dan itu modal besar untuk memperdaya bangsa Islam.
Apakah umat Islam gemar mempelajari sejarah Islam? Apakah mayoritas Umat Islam mempelajari sejarah Yahudi??!!!
Sebagian besar tidak! Meraka Cuma tahu, Yahudi musuh. Cuma itu! Tentang bagaimana Yahudi bisa menguasai dunia. Jawabannya, paling banter; “Yahudi licik dan menghalalkan segala cara” dan tidak ada upaya lebih untuk mengetahui latar belakangnya.
Yahudi adalah manusia yang gemar belajar dengan membaca. Mereka menguasai ilmu pengetahuan, sains, dan segala sesuatunya. Umat Islam, mayoritas hanya punya mulut dan emosi. Lebih suka menyalahkan orang lain, sehingga lupa memperbaiki diri sendiri.
Dalam sejarah Islam, kita mencatat bahwa perpustakaan Islam menjadi perhatian utama dari para khalifah. Maka tidak mengherankan jika sejarah mencatat bahwa perpustakaan umat Islam pada waktu itu sangatlah besar dan baik di dunia.
Diantaranya, perpustakaan Bagdad, Kardova. Isybiliah, Gharnathah, Kairo, Damaskus, Tarabulus, Madinah dan Al-Quds.
Namun kini umat Islam mengalami berbagai kemunduran dalam aktivitas membaca. Terutama membaca dalam pengertian yang berkualitas menghasilkan ilmu, menghasilkan keterampilan khusus dan meraih pengetahuan yang tinggi.
Umat Islam membaca sekedar memenuhi fungsi hobi rekreasi dan hiburan. Membaca bukan lagi kebutuhan mendasar dan panggilan teologis sebagaimana telah dipraktikkan Rasulullah dengan menebus tawanan yang mau mengajarkan umat Islam membaca.
Sejarah juga mencatat bagaimana kejayaan Islam dimasa lalu karena umat Islam dibangun dengan budaya baca yang sangat tinggi. Begitu besar minat baca umat muslim saat itu kemudian bisa melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti Ibnu Syna, Ibnu Rusdy, Imam Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainya.
Masjid-masjid tidak hanya digunakan untuk mempelajari Al-Qur’an saja, tapi juga mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Masjid di saat itu juga menyediakan perpustakaan yang menyediakan buku-buku yang dipelajari oleh umat Islam.
Dahulu, di era kejayaan Islam, hampir setiap Masjid memiliki Perpustakaan, Sekarang?
Bagaimana dengan Masyarakat Indonesia? Sebagai bangsa yang mayoritas muslim ternyata juga memiliki budaya baca yang masih rendah.
Umat Islam Tertutup Dengan Nilai-Nilai Kebenaran
Islam menyuruh umatnya untuk IQRA (membaca), bukan dengan bunuh, bakar, gorok, ganyang, dan melakukan perlawanan dengan kata-kata makian.
Membaca adalah belajar. Membaca membuat kita menjadi manusia yang berwawasan dan membentuk umat yang beradab dan maju. Lucu rasanya, jika umat Islam dapat perintah IQRA tetapi umat lain yang melaksanakannya.
Jadi jangan salahkan umat lain jika Islam secara perlahan tergilas oleh perkembangan zaman. Bahkan diinjak dan dijajah dari berbagai sektor. Karena itu hukum alam, yang bodoh akan berada dibawah.
“Menurut mereka, umat Kristen itu tidak seperti Islam. Mereka tidak frontal. Biasanya mereka akan menjawab (buku) dengan buku.”
Miris bukan?! Ya begitulah kenyataannya. Islam sudah kehilangan kharismanya di mata umat lain. Beringasan, tidak punya tradisi menulis dan membaca.
Umat lain berperang dengan pengetahuan. Mereka banyak mencipta hal-hal baru. Mereka tidak membalas tekanan dengan ancaman dan hujatan. Mereka dengan tenang menanggapi semua itu dengan cerdas. Bukan dengan sikap beringas yang kampungan.
Dalam sebuah tulisan digambarkan
ketika seseorang melakukkan penelitian untuk tesisnya tentang penerbitan buku, Da Vinci Code di Indonesia. Awalnya khawatir akan menyinggung rasa keragaman Katholik, ternyata penerbit memandang umat tersebut jauh lebih demokratis, terbuka, dan tak bertindak kekerasan dibanding kalangan Islam.
[Lihat saja bagaimana ketika karikatur atau fitnah ditujukan kepada Nabi Muhammad. Reaksi umat Islam menggila. Memaki, mencaci, dan mengancam. Cenderung bertindak secara fisik. Bukan membalas dengan ilmu dan cara elegant yang mampu menjatuhkan lawan]
Katholik?? Biasanya, bila ada kritik, mereka menanggapinya secara kritis pula. Ini terbukti dengan terbitnya banyak buku dan digelarnya forum-forum diskusi untuk mengkritisi atau mengiringi karya Dan Brown tersebut. Demikian hasil diskusi informal penerbit tersebut dengan anggota Indonesian Conference, Religion, and Peace (ICRP) dari kalangan Kristen/Katolik.
Beda bukan, jika nilai-nilai ajaran Islam yang dikritisi? Alih-alih menanggapi secara kritis pula. Mayoritas umat Islam langsung emosi dan bereaksi dengan kata KAFIR!!!
Benarkah Umat Islam Diambang Kehancuran?
Benar, Islam saat ini mulai mengarah ke jurang kehancuran. Selain menghadapi berbagai konflik internal akibat keegoisan antar tokoh beragama yang merasa pihaknyalah yang paling benar. Islam akan semakin terpuruk karena mayoritas umatnya tidak pernah mau belajar.
Siapa yang paling bertanggungjawab? Mereka para tokoh agama dan seluruh umatnya
Agama sejatinya, akan membuat umatnya sebagai manusia yang mempunyai ahlak dan moral yang baik. Serta mampu menjadi khalifah dimuka bumi ini. Namun ketika salah dalam menterjemahkan ajaran-ajaran dari agama itu sendiri, maka, akan menimbulkan polemik hebat dalam kehidupan sosial. Ini sangat berbahaya.
Dalam hal ini, tokoh agama memiliki peran penting dalam memberi warna ajaran agama kepada pemeluknya. Mereka bisa memberi sentuhan nilai-nilai kebijaksanaan yang membawa umat sebagai mahluk yang arif atau sebaliknya, menumbuhkan sikap egoisme dan ekstrimis.
Islam adalah agama yang sangat universal. Dalam menterjemahkan nilai-nilai ajaran agama, sangat tergantung dengan karakter dan sifat manusia yang mempelajarinya. Hal ini pula yang kemudian, membuat munculnya berbagai konflik dalam menterjemahkan makna dari ajaran agama itu sendiri.
Implementasi agama cenderung berbeda dari satu umat dengan umat yang lain. Walau pun agama nya sama. Ada yang terlihat anarkis dan ada pula terlihat bijaksana.
Lihat saja buktinya, begitu banyak aliran dalam agama Islam. Setiap tokoh agama memiliki pandangan masing-masing tentang nilai-nilai ajaran yang terkandung dalam Islam.
Antara satu dengan yang lain, terkadang memiliki pandangan yang jauh berbeda. Latar belakang pengetahuan dan wawasan memberi peran penting dalam pemaknaan ajaran agama itu sendiri.
Sebagai contoh kecil, dimana penulis sebutkan diawal. Tentang perbedaan pendapat ‘halal’ atau ‘haram’ mengucapkan selamat natal. Ini bukti nyata, tokoh agama mempunyai peran penting dalam memberi warna ajaran agama itu sendiri.
Harus kita akui, seorang pemeluk agama yang baik dan taat, akan sangat susah melihat nilai-nilai kebenaran dari pihak lain. Apalagi dari agama lain.
Persoalannya, ketika si pemeluk agama memiliki jiwa picik dan tidak bijaksana, maka akan timbul sikap egois yang cenderung merasa paling benar. Dan celakanya, akan men-judge, pihak lain salah.
Dewasa ini, tindak kekerasan dan penghakiman secara sepihak dengan mengatasnamakan kebenaran agama sering terjadi. Ini pun, karena pengaruh tokoh agama yang cenderung memprovokasi umat.
Yang lebih ironis, jika tokoh agama yang memiliki kepentingan politik. Agama dapat saja menjadi kenderaan murah untuk mencapai kepentingan. Lalu, di perparah oleh mayoritas umat yang miskin ilmu dan wawasan. Maka lengkaplah sudah…
Ini bukan soal, syiah, sunni, wahabi, salafi, atau apa pun namanya itu. Tapi tentang sifat dan karakter manusia.
Manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas. Disertai jiwa dan sifat yang baik. Jelas akan memberi warna Islam sebagai agama khalifah di muka bumi.
Tapi, jika umat Islam di dominasi dengan orang-orang berpikiran sempit, bodoh, egois, disertai nafsu dan kepentingan. Islam jelas akan semakin dekat ke jurang kehancuran.
Islam menghadapi banyak musuh. Dan musuh utamanya adalah mayoritas kebodohan dari umatnya sendiri. Kita belum tentu hancur oleh musuh Yahudi atau Zionis. Tapi hancur oleh pertikaian antar sesama umat Islam yang egois dan miskin ilmu.
Umat Islam bisa diadu domba dan dijajah, karena kebodohan.
Untuk itu, sudah saatnya umat Islam bangkit, berjuang, berjihad, dan menumpahkan darahnya. Tidak perlu ke Palestina, Suriah, atau Turki. Itu konyol jika hanya bermodalkan emosi, mulut besar, pentungan, nekad, dan otot. Disana nuklir berbicara, yang dilepaskan oleh musuh dari jarak jauh dan mungkin sambil bermain game di komputer.
Berjuanglah untuk menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Mengejar ketertinggalan yang memang sudah tertinggal sangat jauh. Hanya itulah langkahnya. Sebelum semuanya terlambat. (garudacitizen.com)