NKRI NEWS, SAMARINDA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda mengharamkan keberadaan "polisi tidur" karena mengancam keselam...
NKRI NEWS, SAMARINDA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda mengharamkan keberadaan "polisi tidur" karena mengancam keselamatan pengguna jalan. "Polisi tidur" yang awalnya dimaksudkan untuk memperlambat laju pengendara malah belakangan menjadi ancaman.
Demikian dikatakan Ketua MUI Samarinda KH Zaini Naim menanggapi salah satu aspirasi peserta kepada Wali Kota Samarinda yang disampaikan dalam acara Rapat Terbuka dan Dialog Publik Ormas dan OKP se-Samarinda dengan pimpinan daerah Kota Samarinda di rumah jabatan wali kota di Jalan S Parman, Samarinda, Rabu (6/2/2013).
Dalam aspirasinya, peserta dari salah satu ormas tadi mencontohkan "polisi tidur" yang ada di depan kampus Politeknik Negeri Samarinda. Bahkan, menurut dia, "polisi tidur" bukan hanya terdapat di jalan-jalan perumahan di Samarinda, melainkan juga di jalan protokol.
Selain membahayakan pengendara, "polisi tidur" yang terlalu tinggi akan merusak bagian bawah kendaraan yang melintas di atasnya. Beberapa "polisi tidur" yang dibuat di tanjakan dan tikungan juga sangat besar kemungkinannya mengancam keselamatan pengguna jalan.
Menurut Zaini Naim, sebenarnya, "polisi tidur" seharusnya tidak boleh ada di jalan-jalan di Samarinda.
"Tidak boleh sama sekali. Kalau mengganggu kenyamanan pengguna jalan, dalam hukum agama Islam, itu ma'ruf. Kalau sampai mencederai orang, itu menjadi haram. Sangat tidak relevan itu, jalan sudah bagus-bagus. Dalam agama, jalan itu disuruh dilancarkan supaya orang mudah berjalan. Justru jalanan sudah bagus dikasih polisi tidur," ujar Zaini.
Seperti diketahui, "polisi tidur" adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk memperlambat laju kendaraan. Seiring dengan gencarnya semenisasi jalan di Kota Samarinda, turut dikuti pula dengan pertambahan "polisi tidur".
Seperti pemandangan di Jalan Elang Samarinda, dengan panjang jalan sekitar 1 km, terdapat sembilan "polisi tidur". Bahkan, di beberapa jalan perumahan di Samarinda Seberang, jarak "polisi tidur" yang satu dan lainnya tidak kurang dari 5 meter. Selain dibuat dari beton, warga juga terkadang membuatnya dari kayu yang dipalang melintang di tengah jalan.
Dari beberapa sumber, untuk Indonesia, "polisi tidur" sebenarnya tidak boleh asal dibangun. Ketentuan yang mengatur tentang desain "polisi tidur" diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di mana sudut kemiringan adalah 15 persen dan tinggi maksimum tidak lebih dari 120 mm.
Sementara itu, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang menanggapi hal tersebut mengakui bahwa memang "polisi tidur" yang dibangun sendiri atas inisiatif warga ini mengakibatkan kurangnya kenyamanan pengguna jalan.
Akibat jarak "polisi tidur" yang satu dan yang lain terlalu berdekatan mengakibatkan goncangan-goncangan yang seharusnya tidak perlu ada. Ia berjanji akan mengoordinasikan hal ini dengan camat dan lurah di Samarinda.
"Kita sampaikanlah kepada camat dan lurah agar dikomunikasikan karena masyarakat sendiri yang bikin," katanya. (KOMPAS.com)