NKRI NEWS – Suciwati tak pernah berhenti untuk menuntut keadilan atas nama suaminya Munir. Kali ini dirinya siap berhadap-hadapan dengan...
NKRI NEWS – Suciwati tak pernah berhenti untuk menuntut keadilan atas nama suaminya Munir. Kali ini dirinya siap berhadap-hadapan dengan Komisi Informasi Pusat (KIP).
Kali ini tuntutan istri aktivis HAM itu ialah meminta agar hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) pada 2005 lalu bisa dibuka kepada publik oleh pemerintah.
“Yang pasti dari awal kenapa ada dorongan ke KIP salah satunya penuntasan kasus yang sudah 11 tahun menuju 12 tahun. Kasusnya bukan segera diselesaikan masih mengambang. Kita dorong semoga saja nantinya hakim memutuskan hal yang mestinya mendengar keinginan publik,” ucapnya di sela sidang KIP di Jl Abdul Muis, Jakarta, Selasa (2/8).
Seperti yang sudah banyak diketahui, Munir tewas dalam perjalanannya menuju Belanda. Kemudian diketahui dari hasil autopsi bahwa Munir tewas karena diracun.
Sidang sendiri digelar dengan Ketua Hakim sidang KIP Evi Trisulo Diana Sari dan hakim anggota Thannu Setyawan dan Diah Arya. Dalam persidangan itu Suciwati menghendaki agar presiden bisa mengumumkan hasil kerja TPF.
“Kita ingin semua rekomendasi TPF diumumkan oleh Presiden dan segera dibawa kembali kepada ruang-ruang para pejabat yang memeriksa kembali siapa yang ada di dokumen untuk diperiksa kembali,” ucap Suciwati.
Hadir dalam persidangan tersebut sebagai saksi yakni Hendardi yang merupakan anggota TPF dan Usman Hamid yang dahulu menjadi sekretaris TPF.
Dalam pengakuan Hendardi sebagai saksi bahwa dirinya telah memberikan hasil penyelidikan TPF pada 23 Juni 2005 kepada presiden saat itu.
Yang mana hadir Ketua TPF Marsudi Hanafi, Asmara Nababan, Usman Hamid, dan Kemala Chandrakirana. Sedangkan dari pihak pemerintah hadir selain SBY selaku presiden, ada juga Menko Polhukam saat itu Widodo AS, Yusril Ihza Mahendra, Sudi Silalahi, Andi Mallarangeng, Hamid Awalauddin dan Jaksa Agung saat itu Abdulrahman Saleh.
“Saya kira belum ada penjelasan kepada publik hasil laporan untuk dipublikasikan. Setelah itu kami sendiri sudah gak jadi TPF, tapi sebagai pribadi banyak yang mendesak hasil TPF diumumkan kepada publik sesuai yang tercantum di dalam Keppres,” kata Hendardi menjelaskan.
“Laporan akhir dalam bentuk dokumen yang sifatnya rahasia. Pemerintah yang akan mengumumkan hasil dari TPF,” ucapnya seraya menambahkan.
Kasus pembunuhan Munir sendiri telah menghukum Pollycarpus Budi dengan vonis 20 tahun penjara serta mantan Dirut Garuda Indonesia Indra Setiawan dengan tuduhan memalsukan surat.
Saksi kedua, Usman Hamid dalam kesempatan tersebut menyatakan kesaksiannya bahwa telah terjadi lima kali pertemuan dengan SBY selaku presiden pada saat itu. Usman pun menjabarkan waktu-waktu pertemuan tersebut di antaranya pada 3 Maret 2005, 11 Mei 2005, 18 Mei 2005, 19 Juni 2005, dan 24 Juni 2005.
“Ada 7 berkas yang didistribusikan ke pejabat yakni Menko Polhukam, Kapolri, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, Setkab Sudi Silalahi, Kepala BIN Syamsir Siregar, Presiden SBY dan Jubir Andi Malarangeng. Hanya bersifat umum hasil laporan yang disampaikan kepada publik. Pada pertemuan terakhir ada konferensi pers disampaikan laporan TPF dicukupkan pertemuan saat itu untuk ditindaklanjuti. Presiden belum melaporkan hasil laporan secara utuh misal ke situs presiden untuk mempublikasikan kegiatan TPF dengan presiden,” ucap Usman.
Usman sendiri mengakui bahwa laporan TPF telah diberikan ke Sekretaris Negara. Usman menambahkan bahwa laporan tersebut bersifat adhoc.
“Seingat saya laporan pendek khusus kepada presiden berupa nama-nama pejabat negara yang terimplikasi dalam pembunuhan berencana kepada Munir,” imbuh Usman.
“Laporan awal TPF dan akhir 24 juni. Setelah itu TPF bubar. Hanya diumumkan di media massa 27 Juni. Presiden mendistribusikan laporan TPF kepada pejabat kementerian yang terkait,” tegas Usman.
Lebih lanjut Usman menyebut laporan itu hanya bersifat umum. Kemudian keterangan Usman juga ditambah oleh Hendardi bahwa laporan yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turut diliput oleh berbagai media.
TPF Munir dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) 111/2004. Tim tersebut bertugas untuk menyelidiki kasus Munir yang dinilai banyak keganjilan lantaran melibatkan Badan Intelejen Negara (BIN). TPF bekerja selama 6 bulan untuk melakukan penyelidikan. Dalam pasal 9 Keppres 111/2004, laporan hasil penyelidikan TPF harus disampaikan kepada publik. Namun, 11 tahun berselang hasil penyelidikan itu tak kunjung diumumkan ke masyarakat.
Meski hasil penyelidikan TPF masih belum tuntas, Hendardi mendesak pemerintah agar membuka informasi itu ke publik. Ini lantaran sejumlah hambatan TPF ditemukan dalam menyelidiki kasus Munir.
“TPF merekomendasikan, dengan banyaknya keterbatasan, dibentuk semacam tim baru dengan mandat yang lebih kuat. Untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kalau kita lihat faktanya, misalnya BIN, pejabat BIN harus diperiksa di kantor BIN dan itu sangat singkat,” ujar Hendardi. (Bruniq.com)