Lingkungan antariksa berbeda Bagaimana kondisi astronot ketika menjalani misi di antariksa? Bagaimana tubuh beradaptasi dengan l...
Bagaimana kondisi astronot ketika menjalani misi di antariksa? Bagaimana tubuh beradaptasi dengan lingkungan tanpa gravitasi? Apakah lingkungan luar angkasa juga membawa implikasi pada tubuh manusia?
Sejak lebih dari 50 tahun manusia melakukan perjalanan ke luar angkasa, Badan Antariksa NASA sudah bisa melihat bagaimana efek tubuh manusia saat berada dilingkungan tanpa gravitasi.
Dr. John Charles, Human Research Program Associate Manager untuk International Science mengungkapkan bahwa ada beberapa permasalahan yang dialami oleh astronot - termasuk kita - bila berada di antariksa.
“Saat kamu berada pada medan tanpa gravitasi, cairan ditubuh mulai bergeser dari bagian yang lebih rendah ke bagian tubuh yang lebih tinggi," katanya.
Hal itu disebut Bird Leg Syndrom. Pergeseran cairan menyebabkan astronot punya muka bengkak dan kaki yang kecil. Sindrom ini juga membuat astronot jarang minum. 79 persen astronot mengalami kehilangan selera makan, pusing, dan muntah.
"Kemudian, organ keseimbangan dan bagian dalam telinga tiba-tiba merasakan tidak ada gravitasi yang menarik mereka lagi,” imbuh Charles.
Astronot Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Mike Hopkins, mengungkapkan pengalamannya saat beradaptasi dengan lingkungan antariksa.
“Aku merasa seperti terjatuh, seperti berpegangan kemudian kamu melepaskannya. Itu berlangsung sekitar 24 jam," kata Hopkins seperti dikutip CNN, Jumat (20/5/2016).
"Butuh beberapa saat untuk terbiasa kalau faktanya tidak ada lagi naik turun lagi, butuh waktu untuk membiasakan diri untuk melayang. Seperti belajar berjalan lagi,” imbuhnya.
Hopkins sendiri berada di stasiun internasional luar angkasa (ISS) selama 166 hari mulai dari September 2013 hingga Maret 2014.
Walapun penyesuaian terhadap gravitasi tidak membutuhkan waktu yang lama, permasalahan lain yang muncul adalah kemiringan kepala yang menurun hingga 12-20 derajat karena disorientasi.
Di luar angkasa tanpa gravitasi, tulang akan kehilangan lebih dari 1% mineral dan kepadatan setiap bulan serta berhentinya pertumbuhan otot.
Menurut peneliti Human Research Program, Jennifer A. Fogarty, astronot juga mengalami penurunan volume darah, pelemahan sistem imun, dan penurunan kondisi jantung.
Hal itu disebabkan oleh aktivitas melayang yang hanya membutuhkan sedikit usaha. Jantung tidak harus bekerja keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Sejumlah astronot juga melaporkan penurunan kesehatan mata. "Ini seperti penuaan dini. Kejadian semacam ini dalam waktu yang relatif cepat," kata Charles.
Kini misi ke Mars tengah digagas. Perjalanan yang mengagumkan itu bukan tanpa tantangan. Memang, astronot sudah bisa berjalan di Bulan dan tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Tapi, ke Mars tetap tantangan besar.
Masalah utama ke Mars adalah perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 6 bulan. Hal lain adalah paparan radiasi sinar kosmik yang bisa menyebabkan kanker.
Kini, NASA punya misi riset untuk mengatasi tantangan itu. Para astronot diminta tingal 1 tahun di ISS. Ilmuwan akan melakukan penelitian pada tubuh astronot untuk mengetahui dampak berada di antariksa dalam jangka waktu lama.
Sejak lebih dari 50 tahun manusia melakukan perjalanan ke luar angkasa, Badan Antariksa NASA sudah bisa melihat bagaimana efek tubuh manusia saat berada dilingkungan tanpa gravitasi.
Dr. John Charles, Human Research Program Associate Manager untuk International Science mengungkapkan bahwa ada beberapa permasalahan yang dialami oleh astronot - termasuk kita - bila berada di antariksa.
“Saat kamu berada pada medan tanpa gravitasi, cairan ditubuh mulai bergeser dari bagian yang lebih rendah ke bagian tubuh yang lebih tinggi," katanya.
Hal itu disebut Bird Leg Syndrom. Pergeseran cairan menyebabkan astronot punya muka bengkak dan kaki yang kecil. Sindrom ini juga membuat astronot jarang minum. 79 persen astronot mengalami kehilangan selera makan, pusing, dan muntah.
"Kemudian, organ keseimbangan dan bagian dalam telinga tiba-tiba merasakan tidak ada gravitasi yang menarik mereka lagi,” imbuh Charles.
Astronot Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Mike Hopkins, mengungkapkan pengalamannya saat beradaptasi dengan lingkungan antariksa.
“Aku merasa seperti terjatuh, seperti berpegangan kemudian kamu melepaskannya. Itu berlangsung sekitar 24 jam," kata Hopkins seperti dikutip CNN, Jumat (20/5/2016).
"Butuh beberapa saat untuk terbiasa kalau faktanya tidak ada lagi naik turun lagi, butuh waktu untuk membiasakan diri untuk melayang. Seperti belajar berjalan lagi,” imbuhnya.
Hopkins sendiri berada di stasiun internasional luar angkasa (ISS) selama 166 hari mulai dari September 2013 hingga Maret 2014.
Walapun penyesuaian terhadap gravitasi tidak membutuhkan waktu yang lama, permasalahan lain yang muncul adalah kemiringan kepala yang menurun hingga 12-20 derajat karena disorientasi.
Di luar angkasa tanpa gravitasi, tulang akan kehilangan lebih dari 1% mineral dan kepadatan setiap bulan serta berhentinya pertumbuhan otot.
Menurut peneliti Human Research Program, Jennifer A. Fogarty, astronot juga mengalami penurunan volume darah, pelemahan sistem imun, dan penurunan kondisi jantung.
Hal itu disebabkan oleh aktivitas melayang yang hanya membutuhkan sedikit usaha. Jantung tidak harus bekerja keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Sejumlah astronot juga melaporkan penurunan kesehatan mata. "Ini seperti penuaan dini. Kejadian semacam ini dalam waktu yang relatif cepat," kata Charles.
Kini misi ke Mars tengah digagas. Perjalanan yang mengagumkan itu bukan tanpa tantangan. Memang, astronot sudah bisa berjalan di Bulan dan tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Tapi, ke Mars tetap tantangan besar.
Masalah utama ke Mars adalah perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 6 bulan. Hal lain adalah paparan radiasi sinar kosmik yang bisa menyebabkan kanker.
Kini, NASA punya misi riset untuk mengatasi tantangan itu. Para astronot diminta tingal 1 tahun di ISS. Ilmuwan akan melakukan penelitian pada tubuh astronot untuk mengetahui dampak berada di antariksa dalam jangka waktu lama.