NKRI NEWS - Inilah penjelasan luar biasa lengkap dan cerdas bagi umat muslim dalam memilih pemimpin politik. Umat Islam banyak yang bi...
NKRI NEWS - Inilah penjelasan luar biasa lengkap dan cerdas bagi umat muslim dalam memilih pemimpin politik.
Umat Islam banyak yang bingung, harus mengikuti Al Qur’an, hadis, ucapan Nabi Muhammad SAW ataukah perilaku/perbuatan Nabi Muhammad SAW.
1. Sumber persoalan
Sumber persoalan adalah adanya salah satu ayat di dalam Al Qur’an sbb:
” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu)...( Al Maidah ayat 51)
2. Dalam kondisi apa ayat tersebut diturunkan?
Kalimat kedua ayat tersebut berbunyi, "la tattakhidul yahuda wan nasaro awlia"
"la tattakhidul" = jangan mengambil
"yahuda wan nasaro" = yahudi & nasrani
"AWLIA" = ??
"awlia" TIDAK harus berarti pemimpin, bisa juga berarti penolong, sekutu, kawan, TERGANTUNG pada Asbabun Nuzul (sebab turun ayat), peristiwa yang memicu ayat tersebut difirmankan.
Turunnya Al-Maidah ayat 51 adalah saat terjadi PERANG dengan Bani Qaynuqa (klan Yahudi) yang melanggar Piagam Madinah. Ubadah bin Shamit mendatangi Rosulullah untuk mengadukan Abdullah bin Ubay anggota klan Arab yang dianggap berdiri di pihak Yahudi.
Abdullah bin Ubay mengajaknya membuat pakta perjanjian dengan klan yahudi yang isinya itu tidak memihak (merugikan) klan Arab. Turunlah Al-Maidah ayat 51, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai SEKUTU-SEKUTU-(mu)"
(diriwayatkan Ibnu Ishak, Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim & Imam Baihaqi)
Maka "Awlia" pada Al-Maidah ayat 51 berdasarkan Asbabun Nuzul (sebab turun ayat) memiliki arti SEKUTU dalam keadaan PERANG, BUKAN PEMIMPIN dalam keadaan DAMAI.
ARTINYA SEKUTU PERANG, BUKAN PEMIMPIN DAMAI
Penerapan ayat ini merujuk kepada yahudi & nasrani yang MEMERANGI umat Islam dalam situasi PERANG, BUKAN mengacu kepada non muslim yang hidup harmonis dengan umat muslim dalam situasi damai.
Begitu juga dengan asbabun nuzul AYAT-AYAT LAINNYA yang berbunyi serupa. Semua ayat lainnya juga bermaksud jangan ambil SEKUTU (dalam keadaan PERANG), bukan jangan ambil PEMIMPIN dalam keadaan DAMAI.
3. Apakah ayat itu masih berlaku untuk zaman sekarang?
Tentu berlaku zaman sekarang, ayat Al Maidah ayat 51 tersebut juga berlaku pada saat jaman dulu, yaitu jamannya Nabi Muhammad SAW.
4. Antara Al Qur’an, uacapan dan perilaku/perbuatan nabi Muhammad SAW
Al Qur’an adalah kumpulan ayat-ayat suci Allah yang pernah disabdakan ke Nabi Muhammad SAW yang dicatat dan dikumpulkan oleh para sahabat-sahabat rasulullah. Jadilah, Al Qur’an.
5. Apakah Nabi Muhammad SAW pernah mengharuskan pemimpin harus Islam?
Bagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad? Nabi Muhammad adalah bagian dari marga Hasyim, dimana pemimpinnya adalah Abu Thalib. Abu thalib adalah paman nabi Muhammad, seorang nonmuslim . Apakah Nabi Muhammad menolak Abu Thalib? Bahkan memenggal kepalanya? Tidak. Artinya, beliau tidak menolak pemimpin nonmuslim. Padahal Abu Thalib, seumur hidupnya sampai meninggal, tetaplah seorang non muslim
6. Bid’ah, jika mengharuskan pemimpin harus Islam
“Bid‘ah (Bahasa Arab: بدعة) dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang ini. Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.”
Jadi, jika anda hanya mau pemimpin muslim, itu adalah bid’ah. Haram hukumnya. Karena Nabi Muhammad tidak mencontohkan demikian.
7. Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan kebencian
Sejarah Islam menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan untuk membenci dan memusuhi suku lain, agama lain, ras/bangsa lain maupun antargolongan lain. Yang harus dimusuhi adalah perilaku buruk, apapun sukunya, agamanya, ras/bangsanya dan antargolongannya.
8. Bagaimana logika Islam yang sesungguhnya tentang pemimpin?
- Jika ada dua calon atau lebih calon pemimpin yang semuanya beragama Islam, siapa yang harus dipilih?
Yang harus dipilih adalah salah satu dari mereka yang : paling shiddiq (jujur), paling fathonah (cerdas), paling tabliq (berkomunikasi), paling amanah (pro rakyat).
- Jika ada yang muslim dan ada yang non muslim, siapa yang harus dipilih?
Yang harus dipilih adalah salah satu dari mereka yang : paling shiddiq (jujur, tidak korupsi, paling fathonah (cerdas), paling tabliq (berkomunikasi, mampu menyampaikan ajaran yang benar), paling amanah (bisa dipercaya).
KESIMPULAN :
1) Mempersoalkan Islam atau tidak Islam atau muslim atau nonmuslim pemimpin itu tidak tepat. Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin yang berkualitas, apapun agamanya, apapun sukunya, apapun ras/bangsanya dan apapun antargolongannya. Mengharuskan memilih Islam justru merupakan bid’ah.
2) Memilih pemimpin nonmuslim tidak haram hukumnya asal shiddiq, amanah, tabliq dan fathonah. (Indoheadlinenews.com)