NKRIONLINE.COM - Adanya intimidasi dan upaya penghalangan terhadap jurnalis Metro Tv saat meliput aksi super damai 212, pada jumat 2 Dese...
NKRIONLINE.COM - Adanya intimidasi dan upaya penghalangan terhadap jurnalis Metro Tv saat meliput aksi super damai 212, pada jumat 2 Desember lalu. Dewan Pers menyarankan agar Metro Tv melakukan pengaduan resmi ke Dewar Pers, agar intimidasi terhadap jurnalis tak kembali terjadi.
"Saya sarankan Metro Tv punya pengaduan resmi kepada Dewan Pers untuk di-follow up. Sehingga tidak terhenti begitu saja," kata Ketua Dewan Pers Bidang Pengaduan dan Etika Imam Wahyudi kepada Metro Tv, Minggu (4/12/2016)
Pernyataan Imam tersebut menyikapi Intimidasi terhadap jurnalis yang menimpa dua reporter dan satu juru kamera Metro Tv yang tengah meliput aksi pada 2 Desember lalu.
Jurnalis Metro TV yang diintimidasi oleh massa aksi tersebut adalah juru kamera Shinta Novita dan reporter Aftian Siswoyo di halaman Masjid Istiqlal dan reporter Rifai Pamone di depan Gedung Sapta Pesona.
Menurut Imam upaya penghalangan atau intimidasi yang membuat seorang jurnalis tidak bisa menjalankan tugas dengan profesional bisa diancam pidana. Aturan ini tertuang dalam Undang-undang 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Dia (pelaku) memang bisa diancam pidana maksimal 2 tahun atau denda maksimal 500 juta rupiah," ujarnya.
Imam menilai, masyarakat Indonesia pada umumnya belum teredukasi ihwal posisi seorang jurnalis. Padahal, kebebasan jurnalistik sesungguhnya ditujukan untuk menjamin kemaslahatan publik itu sendiri.
"Publik juga berkewajiban untuk menjaga sehingga mereka bebas melakukan tugasnya. Jurnalis dalam melakukan tugasnya itu dilindungi undang-undang. Maka bukan hanya polisi dan tentara yang berkewajiban melindungi, tetapi juga masyarakat yang ada di sekitarnya," papar Imam.
Imam pun menambahkan, edukasi publik tersebut perlu dilakukan oleh seluruh komponan media massa. Publik perlu dikampanyekan menyikapi dengan baik manfaat kebebasan pers.
"Media literasi tidak bisa hanya dilakukan oleh Dewan Pers, hanya oleh KPI, hanya oleh Kominfo, tapi juga seluruh media," kata Imam.
Jika benar aksi tersebut untuk bela Islam, bergerak atas nama Allah, seharusnya menggunakan cara-cara yang baik sesuai ajaran Islam. Tapi faktanya mereka menggunakan cara-cara primitif. Mengatakan 'Metro tifu' tapi tidak sadar sering men-share artikel dari media-media mainstream.
Selain itu, ada juga kejadian lain di markas FPI Pertamburan, Jakarta Pusat. Seorang wartawan, Reja Hidaya, dipukuli oleh FPI.
Alasannya FPI meminta Reja untuk menghapus seluruh hasil reportasenya, namun karena Reja menjawab belum membuat berita, kemudian Reja dipukuli. Kemudian Reja dipaksa masuk ke salah satu rumah dekat markas FPI sembari menghardiknya agar menghapus hasil reportasenya.
Namun karena Reja menjawab “tak ada berita yang ditulis,” wartawan tersebut kembali dipukuli. Mukanya kembali ditampar oleh laskar yang marah. Jurnalis lain dari Gatra dan JPNN juga diusir oleh FPI untuk menjauh dari lokasi rapat.
Pemukulan seperti ini adalah tindakan primitif, tindakan yang tidak dilakukan oleh manusia-manusia modern seperti sekarang.
Jadi, apakah benar mereka membela Islam dengan cara seperti ini? cara-cara yang
mereka lakukan tidak sejalan dengan ajaran Islam. Bagaimana menurut anda? (Infoteratas)
Pemukulan seperti ini adalah tindakan primitif, tindakan yang tidak dilakukan oleh manusia-manusia modern seperti sekarang.
Jadi, apakah benar mereka membela Islam dengan cara seperti ini? cara-cara yang
mereka lakukan tidak sejalan dengan ajaran Islam. Bagaimana menurut anda? (Infoteratas)